Senjakala Sendu: Rintihan Senja dari Penggugat Tuhan
Kali ini saya tertarik untuk
membahas sebuah puisi yang dihasilkan dari tangan dingin Bramati Kusuma. Penulis
seorang sarjana Filsafat UI dan saat ini menjadi teman sekaligus rekan diskusi
dalam berbagai hal tentang puisi (kesukaannya). Awal perkenalan dengan puisi yang
dihasilkan Bram, dari sebuah diskusi ringan mengenai senja. Senja yang
kala itu benar-benar membuat hal-hal melankolis pada seorang Bram.
Dan anehnya ketika beliau memaparkan hasil penelitian senja pada sebuah puisi karyanya, saya merasa terbawa dan ikut merasakan melankolis rasa senja. Berikut
salah satu puisi senja (nya) yang saya sukai.
Senja Merah
Hari ini senja berwarna merah. Aku
potret.
Gambarnya aku kirimkan padamu sembari bertanya,
lebih merah mana senja ini atau luka di punggungku?
Gambarnya aku kirimkan padamu sembari bertanya,
lebih merah mana senja ini atau luka di punggungku?
Tak ada balas.
Tik-tok-tik-tok.
Satu nyanyian burung senja berlalu.
Satu nyanyian burung senja berlalu.
Tik-tok-tik-tok.
Senja hilang ditelan waktu.
Senja hilang ditelan waktu.
Aku masih menunggu balasmu sembari
menampung sisa-sisa air matamu di pundakku.
Balas tak juga kunjung tiba.
menampung sisa-sisa air matamu di pundakku.
Balas tak juga kunjung tiba.
Lalu aku rindu.
Bumi Manusia, 15 Februari 2015
Mengenai senja yang menjadi sangat dominan dalam
pusi tersebut menunjukkan sebuah keadaan perenungan yang mengujung kepada
evaluasi diri tentang suatu hal yang dalam perihal ini saya sebut cinta.
Keunikan senja dengan luka sekilas terlihat sinkron dan padu dalam barisan masa
lalu yang mencuat sangat keras dalam permukaan puisi. Setidaknya begitu yang saya
rasakan ketika membaca.
Namun, ada sebuah luka yang tidak ingin disembuhkan
oleh penulis, terkait senja yang selalu mencuat dan dominan dalam puisi.
Ada
garis merah antara senja dan rindu yang membuat saya menghela nafas cukup
dalam. Ya, suasana depresif cukup membuat saya kembali menyeruput kopi hitam.
Sekedar mengingatkan kembali kepahitan dari senja yang ingin dihadirkan oleh
penulis.
Terlepas dari penggunaan kosa kata serta analisis dengan menggunakan berbagai bentuk teori, saya suka dengan keadaan senja dalam puisi tersebut. Bagaimana menurut kalian?
Puisi senja lainnya dapat dilihat di bramkusuma.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar