Bingung: Refleksifitas dalam Batas Batas Pikiran
Malam ini aku berbagi dengan secangkir kopi dan satu linting tembakau. Bercerita tentang kesenangan. Sesekali ku kepal asap yang tebal dan berpikir, "Sampai dimana batas kesenangan?". Beberapa waktu yang lalu aku sempat diajak seorang relasi untuk menghabiskan malam di sebuah tempat hiburan dewasa. Bercengkrama tertawa terbahak dengan wanita rekanannya. Bercerita tentang uang dan harta. Sesekali wanita dan kegiatan tekait hal itu.Ikut tertawa dan sesekali ku hangatkan dengan respon standar. Lama mendengarkan celoteh, tertawa dan akhirnya hilang kesadaran. Di perjalanan pulang sesekali aku berpikir, "Apakah sampai disini saja kesenangan?".
Malam masih panjang, kopi ku pun masih tersisa setengah. Ada beberapa hal yang perlu aku luruskan dalam hidupku. Mengenai pertanyaan kesenangan. Apakah sampai disana batas kesenangan? Terlarut lalu hilang dan sudah habis. Sesekali aku bosan dengan rutinitas, ku pikirkan untuk mencari kesenangan. Berharap menemukan kesenangan, malah aku terlibat dengan kebosanan yang disuarakan otakku. Kesenangan seperti ini-ini saja. Kau cukup datang, larut didalam suasana, dan akhiri serta jangan lupa untuk menghilang. Perasaan yang sama dan kegiatan yang telah dilalui manusia jaman dahulu. Hanya berbeda setting latar dan waktu.
Malam masih panjang, kopi ku pun masih tersisa setengah. Ada beberapa hal yang perlu aku luruskan dalam hidupku. Mengenai pertanyaan kesenangan. Apakah sampai disana batas kesenangan? Terlarut lalu hilang dan sudah habis. Sesekali aku bosan dengan rutinitas, ku pikirkan untuk mencari kesenangan. Berharap menemukan kesenangan, malah aku terlibat dengan kebosanan yang disuarakan otakku. Kesenangan seperti ini-ini saja. Kau cukup datang, larut didalam suasana, dan akhiri serta jangan lupa untuk menghilang. Perasaan yang sama dan kegiatan yang telah dilalui manusia jaman dahulu. Hanya berbeda setting latar dan waktu.
Kopi ku semakin sedikit malam ini ini. Lintingan tembakau pun sudah hampir habis. Sembari menghisap dalam-dalam, ku tuntaskan masalaku dengan kesenangan. Beberapa kali terlibat perdebatan dengan otak, dan sebuah pendapat dari menyudutkanku. " Kau hanya kesepian". Benarkah aku kesepian? Namun bukan aku yang kesepian. Dan ini juga bukan tentang kesepian. Hanya sebuah kebosanan dengan rutinitas kesenangan. Bukankah begitu? Hatiku kerap mengiyakan dan menyetujui opiniku. Berbeda dengan otak dan hati. Indraku yang bertugas mengecap meneriakiku dengan lantang. "Aku ingin seruputan kopi terakhir. Mana kesenanganku?". Lagi-lagi aku kalah dengan diriku.
Kopi ku habis. Dan aku senang.
Komentar
Posting Komentar