Evolusi Luka

Ada sebuah kata yang telak membuat luka menjadi cerita. Rindu. Bukan tentang rindu ku pada mu. Melainkan rindu akan cengkraman luka yang tepat kau tinggalkan. Aku menyayangkan mengapa terlalu cepat cengkraman luka ini kau lepaskan. Belum terlalu dalam. Namun bukan luka sayatan tipis. Kau pintar. Mengatur ritme dan tempo dalam cengkraman mu.

Dalam nada progresif geraman dari cengkraman itu berubah menjadi sayatan tanggung yang cukup perih. Sayangnya itu tidak berdarah. Hanya saja ngilu dalam menunggu kering. Kau pintar. Membuatku tidak menangis. Hanya saja mengais-gais dan memohon agar kau melakukannya. Bunuh aku.


Bumi Borneo, 25 Januari 2016



Komentar

Postingan Populer